Sabtu, 22 Desember 2012

Prinsip-prinsip Kunci dalam Sistem Ijin Bekerja

  • Hanya semata-mata menerbitkan Ijin Kerja tidak menjadikan pekerjaan menjadi selamat
  • Perlu dijelaskan secara gamblang tentang peran dan tanggung jawab, siapa yang bertanggung jawab, siapa melakukan apa, tanpa ada yang lowong atau tumpang tindih
  • Bila pekerjaan tidak dapat selesai dalam satu giliran kerja (shift), pastikan bahwa pekerjaan ditinggalkan dalam kondisi aman dan instruksi yang jelas telah tersedia bagi pekerja dalam giliran selanjutnya.
  • Ijin kerja harus mengandung semua informasi yang relevan dan akurat dan disampaikan dalam format yang tepat
  • Pastikan keterlibatan pengguna akhir (end user) dalam perencanaan dan proses desain dokumen yang akan digunakan.
  • Komunikasikan informasi yang relevan (termasuk potensi bahaya dan pengendaliannya) kepada seluruh personel yang terlibat.
  • Pastikan bahwa pekerja lain paham apa yang sedang dilakukan oleh para pekerja pemeliharaan atau perbaikan (maintenance) dan begitu pula sebaliknya.
  • Bila terdapat banyak ijin kerja, maka harus ditempatkan pada lokasi yang kelihatan dalam satu pengaturan yang memungkinkan para pekerja mengerti tentang peralatan mana yang sedang diisolasi atau dalam perbaikan.
  • Buat satu hubungan antara ijin kerja yang saling berkaitan, pertimbangkan keserentakkan tugas dan aktivitas yang saling tergantung satu sama lain.
  • Pertimbangkan kesetimbangan informasi antara informasi keselamatan "rutin" dalam ijin kerja (misalkan APD, tatalaksana rumah tangga), dan penerbitan informasi spesifik tentang pekerjaan termasuk keselamatan proses ketika diperlukan.
  • Sistem Ijin Bekerja harus mempunyai proses serah terima ketika pekerjaan usai.
  • Berikan pelatihan kepada seluruh pengguna sistem ijin bekerja dan sediakan informasi yang cukup bagi mereka yang terkena akibatnya.
  • Yakinkan adanya review dari pihak manajemen secara efektif terhadap sistem ijin bekerja yang ada.
Diambil dan diterjemahkan secara agak bebas dari:
http://www.hse.gov.uk/humanfactors/topics/ptw.htm

Mengapa Sistem Ijin Bekerja Penting?

Instruksi atau petunjuk pelaksanaan bagi banyak pekerjaan sudah cukup, namun dalam beberapa kasus memerlukan kehati-hatian lebih. Sistem Ijin Bekerja adalah satu sistem yang lebih formal yang menyatakan dengan jelas pekerjaan apa yang akan dilakukan, kapan, dan bagian mana yang aman. Seorang penanggung jawab seyogyanya menilai pekerjaan dan keselamatannya pada tiap tahapan. Mereka yang melakukan pekerjaan menandatangani ijin kerja untuk menunjukkan bahwa mereka telah memahami resiko yang dihadapi dan tindakan pencegahan yang diperlukan.

Ijin kerja adalah satu sarana komunikasi yang efektif antara pihak manajemen lokasi (site management), pengawas lapangan (plant supervisors) dan operator, dan mereka yang melaksanakan pekerjaan. Contoh pekerjaan beresiko tinggi yang memerlukan sistem ijin kerja pada pekerjaan panas (hot work) seperti pengelasan, masuk ke dalam bejana, memotong pipa yang mengandung bahan berbahaya, dan pekerjaan yang memerlukan isolasi listrik atau mekanik. Sistem Ijin Bekerja juga menjadi sarana koordinasi antara berbagai aktivitas kerja yang berbeda guna menghindari konflik.

Perlu ditekankan sebelumnya bahwa sistem ijin bekerja bukan pengganti dari penilaian resiko (risk assessment) tapi merupakan alat yang menjadikannya lebih "hidup", mempertajamnya pada saat yang tepat.


Diterjemahkan agak bebas dari : http://www.hse.gov.uk/humanfactors/topics/ptw.htm

Kamis, 20 Desember 2012

PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)

Dalam menerapkan SMK3, setiap perusahaan wajib melaksanakan:
A. penetapan kebijakan K3;
B. perencanaan K3;
C. pelaksanaan rencana K3;
D. pemantauan dan evaluasi kinerja K3; dan
E. peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.


A. PENETAPAN KEBIJAKAN K3
1. Penyusunan kebijakan K3 dilakukan melalui:
a. tinjauan awal kondisi K3; dan
b. proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja/buruh.

2. Penetapan kebijakan K3 harus:
a. disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan;
b. tertulis, tertanggal dan ditanda tangani;
c. secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3;
d. dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tamu, kontraktor, pemasok, dan pelanggan;
e. terdokumentasi dan terpelihara dengan baik;
f. bersifat dinamik; dan
g. ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan peraturan perundang-undangan.

3. Untuk melaksanakan ketentuan angka 2 huruf c sampai dengan huruf g, pengusaha dan/atau pengurus harus:
a. menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan;
b. menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain yang diperlukan di bidang K3;
c. menetapkan personil yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penanganan K3;
d. membuat perencanaan K3 yang terkoordinasi;
e. melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3.

4. Ketentuan tersebut pada angka 3 huruf a sampai dengan huruf e diadakan peninjauan ulang secara teratur.

5. Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga SMK3 berhasil diterapkan dan dikembangkan.

6. Setiap pekerja/buruh dan orang lain yang berada di tempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3.





B. PERENCANAAN K3
1. Pengusaha menyusun rencana K3 berdasarkan:
a. Hasil penelaahan awal
Hasil penelaahan awal merupakan tinjauan awal kondisi K3 perusahaan yang telah dilakukan pada penyusunan kebijakan.
b. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan penilaian risiko harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana.
c. Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya
Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya harus:
1) ditetapkan, dipelihara, diinventarisasi dan diidentifikasi oleh perusahaan; dan
2) disosialisasikan kepada seluruh pekerja/buruh.
d. Sumber daya yang dimiliki
Dalam menyusun perencanaan harus mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki meliputi tersedianya sumber daya manusia yang kompeten, sarana dan prasarana serta dana.

2. Rencana K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit memuat:
a. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuai dengan perkembangan. Tujuan dan sasaran K3 paling sedikit memenuhi kualifikasi:
1) dapat diukur;
2) satuan/indikator pengukuran; dan
3) sasaran pencapaian.
Dalam menetapkan tujuan dan sasaran K3, pengusaha harus berkonsultasi dengan:
1) wakil pekerja/buruh;
2) ahli K3;
3) P2K3; dan
4) pihak-pihak lain yang terkait.
b. Skala Prioritas
Skala prioritas merupakan urutan pekerjaan berdasarkan tingkat risiko, dimana pekerjaan yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi diprioritaskan dalam perencanaan.
c. Upaya Pengendalian Bahaya
Upaya pengendalian bahaya, dilakukan berdasarkan hasil penilaian risiko melalui pengendalian teknis, administratif, dan penggunaan alat pelindung diri.
d. Penetapan Sumber Daya
Penetapan sumber daya dilaksanakan untuk menjamin tersedianya sumber daya manusia yang kompeten, sarana dan prasarana serta dana yang memadai agar pelaksanaan K3 dapat berjalan.
e. Jangka Waktu Pelaksanaan
Dalam perencanaan setiap kegiatan harus mencakup jangka waktu pelaksanaan.
f. Indikator Pencapaian
Dalam menetapkan indikator pencapaian harus ditentukan dengan parameter yang dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian tujuan penerapan SMK3.
g. Sistem Pertanggung Jawaban
Sistem pertanggung jawaban harus ditetapkan dalam pencapaian tujuan dan sasaran sesuai dengan fungsi dan tingkat manajemen perusahaan yang bersangkutan untuk menjamin perencanaan tersebut dapat dilaksanakan. Peningkatan K3 akan efektif apabila semua pihak dalam perusahaan didorong untuk berperan serta dalam penerapan dan pengembangan SMK3, dan memiliki budaya perusahaan yang mendukung dan memberikan kontribusi bagi SMK3. Berdasarkan hal tersebut pengusaha harus:
1) menentukan, menunjuk, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan tanggung jawab dan tanggung gugat di bidang K3 dan wewenang untuk bertindak dan menjelaskan hubungan pelaporan untuk semua tingkatan manajemen, pekerja/buruh, kontraktor, subkontraktor, dan pengunjung;
2) mempunyai prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan setiap perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat yang berpengaruh terhadap sistem dan program K3; dan
3) memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi yang menyimpang atau kejadian-kejadian lainnya.


C. PELAKSANAAN RENCANA K3
Pelaksanaan rencana K3 harus dilaksanakan oleh pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau tempat kerja dengan:
1. menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai kualifikasi; dan
2. menyediakan prasarana dan sarana yang memadai.

1. Penyediaan Sumber Daya Manusia
a. Prosedur Pengadaan Sumber Daya Manusia
Dalam penyediaan sumber daya manusia, perusahaan harus membuat prosedur pengadaan secara efektif, meliputi:
1) Pengadaan sumber daya manusia sesuai kebutuhan dan memiliki kompetensi kerja serta kewenangan dibidang K3 yang dibuktikan melalui:
a) sertifikat K3 yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang; dan
b) surat izin kerja/operasi dan/atau surat penunjukan dari instansi yang berwenang.
2) Pengidentifikasian kompetensi kerja yang diperlukan pada setiap tingkatan manajemen perusahaan dan menyelenggarakan setiap pelatihan yang dibutuhkan;
3) Pembuatan ketentuan untuk mengkomunikasikan informasi K3 secara efektif;
4) Pembuatan peraturan untuk memperoleh pendapat dan saran para ahli; dan
5) Pembuatan peraturan untuk pelaksanaan konsultasi dan keterlibatan pekerja/buruh secara aktif.

b. Konsultasi, Motivasi dan Kesadaran
Dalam menunjukkan komitmennya terhadap K3, pengusaha dan/atau pengurus harus melakukan konsultasi, motivasi dan kesadaran dengan melibatkan pekerja/buruh maupun pihak lain yang terkait di dalam penerapan, pengembangan dan pemeliharaan SMK3, sehingga semua pihak merasa ikut memiliki dan merasakan hasilnya.
Dalam melakukan konsultasi, motivasi dan kesadaran SMK3, pengusaha dan/atau pengurus harus memberi pemahaman kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh tentang bahaya fisik, kimia, ergonomi, radiasi, biologi, dan psikologi yang mungkin dapat menciderai dan melukai pada saat bekerja, serta pemahaman sumber bahaya tersebut. Pemahaman tersebut bertujuan untuk mengenali dan mencegah tindakan yang mengarah terjadinya insiden.

c. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat
Bentuk tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan K3, harus dilakukan oleh perusahaan dengan cara:
1) menunjuk, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan tanggung jawab dan tanggung gugat di bidang K3;
2) menunjuk sumber daya manusia yang berwenang untuk bertindak dan menjelaskan kepada semua tingkatan manajemen, pekerja/buruh, kontraktor, subkontraktor, dan pengunjung meliputi:
a) pimpinan yang ditunjuk untuk bertanggung jawab harus memastikan bahwa SMK3 telah diterapkan dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan oleh setiap lokasi dan jenis kegiatan dalam perusahaan;
b) pengurus harus mengenali kemampuan tenaga kerja sebagai sumber daya yang berharga dan dapat ditunjuk untuk menerima pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dalam menerapkan dan mengembangkan SMK3;
3) mempunyai prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan setiap perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat yang berpengaruh terhadap sistem dan program K3;
4) memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi yang menyimpang atau kejadian-kejadian lainnya.

d. Pelatihan dan Kompetensi Kerja
Pelatihan dan kompetensi Kerja, dilakukan dengan melakukan pengidentifikasian dan pendokumentasian standar kompetensi kerja K3.
Standar kompetensi kerja K3 dapat diidentifikasi dan dikembangkan sesuai kebutuhan dengan:
1) menggunakan standar kompetensi kerja yang ada;
2) memeriksa uraian tugas dan jabatan;
3) menganalisis tugas kerja;
4) menganalisis hasil inspeksi dan audit; dan
5) meninjau ulang laporan insiden.
Hasil identifikasi kompetensi kerja digunakan sebagai dasar penentuan program pelatihan yang harus dilakukan, dan menjadi dasar pertimbangan dalam penerimaan, seleksi dan penilaian kinerja.

2. Menyediakan Prasarana Dan Sarana Yang Memadai
Prasarana dan sarana yang disediakan meliputi:
a. Organisasi/Unit yang bertanggung jawab di bidang K3
Perusahaan wajib membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat P2K3 yang bertanggung jawab di bidang K3. P2K3 adalah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan tenaga kerja atau pekerja/buruh untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan tenaga kerja atau pekerja/buruh yang susunannya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota.
P2K3 mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja.

b. Anggaran
Perusahaan harus mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan K3 secara menyeluruh antara lain untuk:
1) keberlangsungan organisasi K3;
2) pelatihan SDM dalam mewujudkan kompetensi kerja; dan
3) pengadaan prasarana dan sarana K3 termasuk alat evakuasi, peralatan pengendalian, peralatan pelindung diri.

c. Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian
1) Prosedur operasi/kerja harus disediakan pada setiap jenis pekerjaan dan dibuat melalui analisa pekerjaan berwawasan K3 (Job Safety Analysis) oleh personil yang kompeten.
2) Prosedur informasi K3 harus menjamin pemenuhan kebutuhan untuk:
a) mengkomunikasikan hasil dari sistem manajemen, temuan audit dan tinjauan ulang manajemen dikomunikasikan pada semua pihak dalam perusahaan yang bertanggung jawab dan memiliki andil dalam kinerja perusahaan;
b) melakukan identifikasi dan menerima informasi K3 dari luar perusahaan; dan
c) menjamin bahwa informasi K3 yang terkait dikomunikasikan kepada orang-orang di luar perusahaan yang membutuhkan.
Informasi yang perlu dikomunikasikan meliputi:
a) persyaratan eksternal/peraturan perundangan-undangan dan internal/indikator kinerja K3;
b) izin kerja;
c) hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko serta sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat kerja, peralatan lainnya, bahan-bahan, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja, dan proses produksi;
d) kegiatan pelatihan K3;
e) kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan;
f) pemantauan data;
g) hasil pengkajian kecelakaan, insiden, keluhan dan tindak lanjut;
h) identifikasi produk termasuk komposisinya;
i) informasi mengenai pemasok dan kontraktor; dan
j) audit dan peninjauan ulang SMK3.
3) Prosedur pelaporan informasi yang terkait harus ditetapkan untuk menjamin bahwa pelaporan yang tepat waktu dan memantau pelaksanaan SMK3 sehingga kinerjanya dapat ditingkatkan. Prosedur pelaporan terdiri atas:
a) Prosedur pelaporan internal yang harus ditetapkan untuk menangani:
(1) pelaporan terjadinya insiden;
(2) pelaporan ketidaksesuaian;
(3) pelaporan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja; dan
(4) pelaporan identifikasi sumber bahaya.
b) Prosedur pelaporan eksternal yang harus ditetapkan untuk menangani:
(1) pelaporan yang dipersyaratkan peraturan perundang-undangan; dan
(2) pelaporan kepada pemegang saham atau pihak lain yang terkait.
Laporan harus disampaikan kepada pihak manajemen dan/atau pemerintah.
4) Pendokumentasian kegiatan K3 digunakan untuk:
a) menyatukan secara sistematik kebijakan, tujuan dan sasaran K3;
b) menguraikan sarana pencapaian tujuan dan sasaran K3;
c) mendokumentasikan peranan, tanggung jawab dan prosedur;
d) memberikan arahan mengenai dokumen yang terkait dan menguraikan unsur-unsur lain dari sistem manajemen perusahaan; dan
e) menunjuk bahwa unsur-unsur SMK3 yang sesuai untuk perusahaan telah diterapkan.
Dalam pendokumentasian kegiatan K3, perusahaan harus menjamin bahwa:
a) dokumen dapat diidentifikasi sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab di perusahaan;
b) dokumen ditinjau ulang secara berkala dan jika diperlukan dapat direvisi;
c) dokumen sebelum diterbitkan harus lebih dahulu disetujui oleh personil yang berwenang;
d) dokumen versi terbaru harus tersedia di tempat kerja yang dianggap perlu;
e) semua dokumen yang telah usang harus segera disingkirkan; dan
f) dokumen mudah ditemukan, bermanfaat dan mudah dipahami.

d. Instruksi kerja
Instruksi kerja merupakan perintah tertulis atau tidak tertulis untuk melaksanakan pekerjaan dengan tujuan untuk memastikan bahwa setiap pekerjaan dilakukan sesuai persyaratan K3 yang telah ditetapkan.


Kegiatan dalam pelaksanaan rencana K3 paling sedikit meliputi:
1. Tindakan Pengendalian
Tindakan pengendalian harus diselenggarakan oleh setiap perusahaan terhadap kegiatan-kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Tindakan pengendalian dilakukan dengan mendokumentasikan dan melaksanakan kebijakan:
a. standar bagi tempat kerja;
b. perancangan pabrik dan bahan; dan
c. prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa.
Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan melalui:
a. Identifikasi potensi bahaya dengan mempertimbangkan:
1) kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya; dan
2) jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi.
b. Penilaian risiko untuk menetapkan besar kecilnya suatu risiko yang telah diidentifikasi sehingga digunakan untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
c. Tindakan pengendalian dilakukan melalui:
1) pengendalian teknis/rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi, isolasi, ventilasi, higienitas dan sanitasi;
2) pendidikan dan pelatihan;
3) insentif, penghargaan dan motivasi diri;
4) evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden dan etiologi; dan
5) penegakan hukum.

2. Perancangan dan Rekayasa
Tahap perancangan dan rekayasa meliputi :
a. pengembangan;
b. verifikasi;
c. tinjauan ulang;
d. validasi; dan
e. penyesuaian.
Dalam pelaksanaan perancangan dan rekayasa harus memperhatikan unsur-unsur:
a. identifikasi potensi bahaya;
b. prosedur penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja; dan
c. personil yang memiliki kompetensi kerja harus ditentukan dan diberi wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk melakukan verifikasi persyaratan SMK3.

3. Prosedur dan Instruksi Kerja
Prosedur dan instruksi kerja harus dilaksanakan dan ditinjau ulang secara berkala terutama jika terjadi perubahan peralatan, proses atau bahan baku yang digunakan oleh personal dengan melibatkan para pelaksana yang memiliki kompetensi kerja dalam menggunakan prosedur.

4. Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
Perusahaan yang akan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain harus menjamin bahwa perusahaan lain tersebut memenuhi persyaratan K3. Verifikasi terhadap persyaratan K3 tersebut dilakukan oleh personal yang kompeten dan berwenang serta mempunyai tanggung jawab yang jelas.

5. Pembelian/Pengadaan Barang dan Jasa
Sistem pembelian/pengadaan barang dan jasa harus:
a. terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja;
b. menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan K3; dan
c. pada saat barang dan jasa diterima di tempat kerja, perusahaan harus menjelaskan kepada semua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

6. Produk Akhir
Produk akhir berupa barang atau jasa harus dapat dijamin keselamatannya dalam pengemasan, penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan serta pemusnahannya.

7. Upaya Menghadapi Keadaan Darurat Kecelakaan dan Bencana Industri
Perusahaan harus memiliki prosedur sebagai upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri, yang meliputi:
a. penyediaan personil dan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup dan sesuai sampai mendapatkan pertolongan medik; dan
b. proses perawatan lanjutan.
Prosedur menghadapi keadaan darurat harus diuji secara berkala oleh personil yang memiliki kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang mempunyai bahaya besar harus dikoordinasikan dengan instansi terkait yang berwenang untuk mengetahui kehandalan pada saat kejadian yang sebenarnya.

8. Rencana dan Pemulihan Keadaan Darurat
Dalam melaksanakan rencana dan pemulihan keadaan darurat setiap perusahaan harus memiliki prosedur rencana pemulihan keadaan darurat secara cepat untuk mengembalikan pada kondisi yang normal dan membantu pemulihan tenaga kerja yang mengalami trauma.


D. PEMANTAUAN DAN EVALUASI KINERJA
Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilaksanakan di perusahaan meliputi:
1. Pemeriksaan, Pengujian, dan Pengukuran
Pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya sesuai dengan tujuan dan sasaran K3 serta frekuensinya disesuaikan dengan obyek mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.
Prosedur pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran secara umum meliputi:
a. personil yang terlibat harus mempunyai pengalaman dan keahlian yang cukup;
b. catatan pemeriksaan, pengujian dan pengukuran yang sedang berlangsung harus dipelihara dan tersedia bagi manajemen, tenaga kerja dan kontraktor kerja yang terkait;
c. peralatan dan metode pengujian yang memadai harus digunakan untuk menjamin telah dipenuhinya standar K3;
d. tindakan perbaikan harus dilakukan segera pada saat ditemukan ketidaksesuaian terhadap persyaratan K3 dari hasil pemeriksaan, pengujian dan pengukuran;
e. penyelidikan yang memadai harus dilaksanakan untuk menemukan penyebab permasalahan dari suatu insiden; dan
f. hasil temuan harus dianalisis dan ditinjau ulang.

2. Audit Internal SMK3
Audit internal SMK3 harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui keefektifan penerapan SMK3.
Audit SMK3 dilaksanakan secara sistematik dan independen oleh personil yang memiliki kompetensi kerja dengan menggunakan metodologi yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan audit internal dapat menggunakan kriteria audit eksternal sebagaimana tercantum pada Lampiran II peraturan ini, dan pelaporannya dapat menggunakan format laporan yang tercantum pada Lampiran III peraturan ini.
Frekuensi audit harus ditentukan berdasarkan tinjauan ulang hasil audit sebelumnya dan bukti sumber bahaya yang didapatkan di tempat kerja. Hasil audit harus digunakan oleh pengurus dalam proses tinjauan ulang manajemen.
Hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja serta audit SMK3 harus didokumentasikan dan digunakan untuk tindakan perbaikan dan pencegahan. Pemantauan dan evaluasi kinerja serta audit SMK3 dijamin pelaksanaannya secara sistematik dan efektif oleh pihak manajemen.
E. PENINJAUAN DAN PENINGKATAN KINERJA SMK3
Untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan guna pencapaian tujuan SMK3, pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau tempat kerja harus:
1. melakukan tinjauan ulang terhadap penerapan SMK3 secara berkala; dan
2. tinjauan ulang SMK3 harus dapat mengatasi implikasi K3 terhadap seluruh kegiatan, produk barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan.
Tinjauan ulang penerapan SMK3, paling sedikit meliputi:
1. evaluasi terhadap kebijakan K3;
2. tujuan, sasaran dan kinerja K3;
3. hasil temuan audit SMK3; dan
4. evaluasi efektifitas penerapan SMK3, dan kebutuhan untuk pengembangan SMK3.
Perbaikan dan peningkatan kinerja dilakukan berdasarkan pertimbangan:
1. perubahan peraturan perundang-undangan;
2. tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar;
3. perubahan produk dan kegiatan perusahaan;
4. perubahan struktur organisasi perusahaan;
5. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemologi;
6. hasil kajian kecelakaan dan penyakit akibat kerja;
7. adanya pelaporan; dan/atau
8. adanya saran dari pekerja/buruh.

Sumber: Disalin dari lampiran I PP no 50 tahun 2012

Minggu, 06 Mei 2012

Segitiga Api (Fire Triangle)

Munculnya beberapa kasus kebakaran di beberapa daerah mengingatkan penulis untuk berbagi sedikit pengetahuan tentang segitiga api. Segitiga api adalah relasi tiga unsur penting yang menjadi prasyarat munculnya api sehingga dengan memahaminya akan memudahkan langkah-langkah pencegahan kebakaran serta bagaimana memadamkan api ketika dia muncul.

Ketiga elemen yang menjadi prasyarat munculnya api adalah:
1. Oksigen 
2. Panas
3. Bahan yang mudah terbakar (fuel).

Aplikasi sederhana dalam pencegahan kebakaran adalah dengan mencegah bertemunya ketiga elemen tersebut dalam satu ruang atau titik tertentu. Misalnya kita bekerja dengan menggunakan bahan yang mudah terbakar maka sebisa mungkin tidak ada percikan api (ignition) yang dapat menjadi kebakaran. Apabila kita bekerja dengan panas misalnya maka harus dipastikan tidak ada bahan (dan terutama gas) yang mudah terbakar di ruangan tersebut.

Yang tak kalah penting untuk diperhatikan, menurut saya, adalah bahan yang mudah terbakar apa yang sedang terbakar. Hal ini akan menentukan bagaimana api tersebut dipadamkan. Kerap kali di masyarakat api selalu dipadamkan dengan menggunakan air padahal terkadang hal itu dapat menyebabkan keadaan bertambah buruk. Bahan mudah terbakar atau bahan bakar (fuel) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kelas A- bahan mudah terbakar (combustible material) bukan logam, misalnya: kayu, kertas,dsb.
Kelas B- cairan mudah terbakar (flamable liquids) non logam, misalnya: bensin, solar, dsb.
Kelas C- elektrikal, setiap peralatan listrik yang dalam kondisi teraliri (plug in)
Kelas D- Logam (Metals): potassium, sodium, aluminum, magnesium

Berdasarkan klasifikasi tersebut maka muncul jenis kebakaran yang berbeda yang memerlukan cara penanganan yang berbeda pula sehingga muncul beberapa tipe alat pemadam api (fire extinguisher):
 1. Air Pressurized Water Extinguisher (alat pemadam api dengan tekanan air)
Alat ini menggunakan tekanan air untuk memadamkan api. Cara kerjanya adalah dengan "mengambil" komponen panas dari segitiga api. Perlu diperhatikan bahwa pemadaman dengan air hanya cocok digunakan untuk kebakaran kelas A. Akan sangat berbahaya apabila digunakan pada kebakaran akibat listrik karena air adalah pengantar listrik yang baik (konduktor). Apabila digunakan pada kebakaran bahan cair malah dapat memperluas area kebakaran.
2. Carbon Dioxide Extinguisher (alat pemadam api dengan karbon dioksida)
Menggunakan tekanan karbon dioksida di dalamnya. Bekerja dengan cara menggantikan oksigen dengan karbon dioksida sehingga tidak terbentuk segitiga api. Suhu yang dingin dari karbon dioksida juga membantu meredakan elemen panas dari segitiga api. Pemadam tipe ini digunakan untuk kebakaran kelas B dan C saja, kurang efektif untuk digunakan pada kelas A karena kurang dapat menggantikan oksigen secara efektif pada kebakaran kelas ini. 
3. Dry Chemical Extinguisher (alat pemadam api dengan bahan kimia kering) 
Alat ini menggunakan bahan baku yang disesuaikan dengan kebutuhan kemungkinan kebakaran yang terjadi (sesuai label yang ada pada kemasan, misal: BC untuk kebakaran kelas B dan C, sedangkan ABC untuk kelas A, B, dan C). Cara kerja adalah dengan menyelimuti bahan mudah terbakar dengan lapisan debu kimia sehingga terputus dari oksigen di udara. Selain itu alat ini bekerja dengan menghentikan reaksi kimia dari api sehingga dapat secara efektif memadamkan api.

Demikian share ini mudah-mudahan bermanfaat, lebih kurang silahkan ditambahi atau dikurangi di bagian komen, terima kasih.

Rujukan: 
http://ehs.sc.edu/modules/Fire/01_triangle.htm



Rabu, 04 April 2012

Bekerja di Ruang Terbatas (CONFINED SPACES)

Ruang Terbatas (Confined Space) dapat mengandung bahaya-bahaya bagi pekerja yang harus bekerja di dalamnya. The Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mendefinisikan tempat berbahaya tersebut dengan istilah ruang terbatas yang membutuhan ijin kerja (Permit Required Confined Space) dan pada bulan Januari 1993 mereka mengeluarkan peraturan khusus tentang hal ini (29 CFR 1910.146). Aturan ini dimaksudkan guna mencegah lebih dari 5000 cedera serius dan 54 kematian (fatalities) yang terjadi tiap tahunnya.

Yang termasuk di dalam kategori ruang terbatas antara lain sewage digesters, sewer silos, tunnels, manholes, utility vaults, pumping stations, storage tanks, process vessels, pits, vats, vaults dan semacamnya yang dicirikan dengan akses yang terbatas tanpa ventilasi yang cukup. Tujuan masuk ke ruang terbatas bisa untuk inspeksi, percobaan alat, perawatan, atau untuk keadaan darurat. 

Mengidentifikasi Ruang Terbatas
 
Karakteristik utama dari ruang terbatas antara lain:
- Satu ruang yang cukup luas sehingga seorang pekerja dapat masuk dan melaksanakan pekerjaannya, dan
- Satu ruang yang secara desain mempunyai bukaan terbatas untuk masuk dan keluar. Bukaan biasanya sempit dan sulit untuk dilewati. Bukaan yang sempit menyulitkan pekerja untuk meraih peralatan yang diperlukan dari luar ruangan, terutama alat pelindung diri yang diperlukan untuk masuk dan bekerja, atau alat bantu kehidupan yang dibutuhkan saat tindak penyelamatan, dan
- Satu ruang yang tidak didesain untuk bekerja terus menerus dalam waktu lama. Kebanyakan ruang terbatas tidak dimaksudkan untuk pekerja masuk dan bekerja secara rutin. Biasanya ruang itu digunakan untuk penyimpanan produk, material dan proses, atau transportasi produk atau substansi. Meskipun demikian, para pekerja tetap harus masuk secara berkala untuk keperluan inspeksi, perawatan, atau pembersihan.


Potensi-potensi Bahaya di Ruang Terbatas

Atmosfer yang Beracun
Bahaya umum yang ada di ruang terbatas adalah atmosfer yang beracun. Bahaya ini umumnya terkait dengan udara di ruang terbatas termasuk pula kekurangan atau kelebihan oksigen, udara mudah terbakar, atau beracun.
Atmosfer yang kekurangan oksigen (oxygen deficient atmosphere) bila oksigen yang tersedia di udara kurang dari 19,5 persen. Pada situasi demikian pekerja tidak boleh masuk ke ruang terbatas tanpa alat bantu pernafasan seperti SCBA (Self-Contained Breathing Apparatus) atau dengan saluran udara yang menyuplai udara dari luar.
Rendahnya kadar oksigen di dalam ruang terbatas dapat diakibatkan oleh reaksi kimia, pembuangan limabh atau materi organik yang terurai seperti sampah rumah tangga dan tumbuhan hidup. Pekerjaan yang dilakukan di ruag atau reaki kimia tertentu dapat pula mengurangi kadar oksigen. Untuk menjamin keselamatan di ruang terbatas, kadar oksigen harus dipastikan berada pada kisaran 19,5-23,5 persen. Kadar oksigen dibawah 19,5% telah mengandung bahaya bagi kesehatan pekerja. Level di bawah 10 persen dapat mengakibatkan pekerja tak sadar sedangkan di bawah 8 % akan mengakibatkan kematian.
Atmosfer yang kaya oksigen (di atas 23,5 persen) akan mengakibatkan bahan-bahan mudah terbakar seperti pakaian dan rambut akan terbakar hebat ketika tersulut. Oleh karena itu, jangan pernah gunakan oksigen murni untuk dialirkan ke ruang terbatas. Gunakan saja udara normal yang bersih dari luar ruangan.


Atmosfer mudah terbakar
Atmosfer yang mudah terbakar hanya terjadi ketika ada campuran bahan kimia dan oksigen pada tingkat tertentu. Di bawah level ini disebut Lower Flammable Limit (LFL) atau diatas tingkat ini, disebut upper Flammable Limit (UFL), substansi ini tidak akan terpicu untuk terbakar. Konsentrasi gas pada level diantaranya dapat terpicu terbakar bila timbul pemicu (seperti percikan api). Sebagai contoh, metana adalah gas mudah terbakar yang paling banyak terdapat di pembuangan. Gas ini dihasilkan dari bahan organik yang terdekomposisi. LFL metana adalah 5%, ketika level itu terlampaui maka tempat itu tidak boleh dimasuki oleh siapapun untuk bekerja.
Gas dan uap beracun dapat berasal dari berbagai sumber. Hidrogen sulfida dan karbon monoksida dihasilkan dari pembuangan dan berbagai macam materi organik yang membusuk. Bahan beracun lainnya mungkin berasal dari tumpahan atau buangan dari pembuangan limbah misalnya.
Menurut OHSA, apabila bahan kimia beracun ada dan melampaui batas yang diijinkan (OHSA Permissible Exposure Limit) dan dapat mengakibatkan kematian atau cedera serius, atau bila ada bahan kimia lain yang dapat membahayakan hidup atau kesehatan pekerja, maka atmosfer di daerah itu dinyatakan berbahaya.

Potensi-potensi bahaya lainnya

Beberapa potensi bahaya lain juga ada di ruang terbatas seperti tertelan, benda jatuh, suhu yang ekstrem, kebisingan, tergelincir dan jatuh.

Engulfment (Tertelan)
Potensi bahaya yang dimaksud adalah ketika seseorang tertelan oleh benda dikelilingnya baik itu berupa cairan atau butiran-butiran yang akibatnya dapat mengakibatkan kematian. Pasir, batu bara, biji-bijian dan sebagainya dapat menelan pekerja yang jatuh karena berat badannya menembus bahan tersebut sehingga pekerja masuk di dalamnya.
Benda Jatuh
Pekerja di ruang terbatas harus waspada terhadap benda jatuh terutama di tempat yang tutup atasnya terbuka dan ada pekerjaan di atasnya. 
Suhu ekstrem
Suhu yang ekstrem dapat berupa panas yang terlalu atau juga dingin yang terlalu yang dapat mengakibatkan masalah bagi pekerja. Misalkan satu ruang di didihkan maka harus di dinginkan dulu sebelum pekerja masuk.
Bising
Kebisingan di dalam ruang terbatas dapat menjadi makin kuat karena desain dari ruangan. Bising yang berlebihan tidak hanya berbahaya bagi pendengaran namun juga mengganggu komunikasi terutama ketika ada kondisi darurat.
Permukaan yang Licin
Terpeleset dan jatuh yang dapat terjadi pada permukaan yang licin dapat mengakibatkan kematian bagi pekerja. Permukaan yang licin dan basah meningkatkan kemungkinan teraliri litrik ketika pekerja menggunakan alat-alat kerja listrik.

Dikutip dan diterjemahkan secara agak bebas dari:
http://offices.colgate.edu/chemmgt/confinedspacefactsheet.htm




Minggu, 04 Maret 2012

ALAT PERLINDUNGAN DIRI (APD/PPE: PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT)


Alat perlindungan diri adalah pilihan terakhir apabila tidak memungkinan bagi pengendalian resiko yang lain. Terdapat banyak macam APD sesuai dengan kebutuhan perindungan terhadap bahaya yang ada, diantaranya:
·         masker : melindungi pernafasan dari udara kotor atau berbahaya misalkan masker penyaring debu, masker berhidung dan bertabung untuk tingkatan yang lebih.
·         kacamata : pelindung dari bahaya yang dapat masuk ke mata seperti percikan api saat pengelasan misalnya.
·         sepatu pengaman : pelindung kaki dari kemungkinan kejatuhan benda-benda berat atau menginjak sesuatu yang berbahaya seperti paku dsb. Macamnya misalkan sepatu bersol baja, sepatu konduktor tanpa paku logam bagi bahaya listrik, sepatu yang tidak menimbulkan loncatan api bagi yang bekerja di daerah rawan peledakan.
·         sarung tangan : melindungi tangan seperti misalnya perlindungan dari panas, benda tajam, atau listrik.
·         topi pengaman : perlindungan kepala terutama dari kemungkinan kejatuhan benda-benda berat.
·         perlindungan telinga : perlindungan dari suara bising atau dari loncatan api, percikan logam, dan partikel-partikel yang melayang.
·         perlindungan paru-paru : dapat berupa alat bantu pernafasan di lingkungan yang mengandung gas berbahaya bagi kesehatan pernafasan.
Berikut adalah contoh beberapa faktor bahaya dan bagian tubuh yang perlu dilindungi serta alat pelindung diri yang diperlukan :
(Disarikan dari Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu hlm. 85-105)


Faktor bahaya
Bagian tubuh yang perlu dilindungi
Alat-alat proteksi diri (APD)
Benda berat atau keras
Kepala, betis, tungkai


Pergelangan kaki, kaki, dan jari kaki
Topi logam atau plastik, lapisan pelindung (deckker) dari kain, kulit, logam, dsb
Sepatu steelbox toe
Benda sedang tidak terlalu berat
Kepala
Topi aluminium atau plastik
Benda besar beterbangan
Kepala
Mata



Muka
Jari, tangan, lengan

Tubuh
Betis, tungkai, mata kaki
Topi plastik atau logam
Googles (kaca mata yang menutupi seluruh samping mata), kacamata yang sampingnya tertutup
Tameng plastik
Sarung tangan kulit berlengan panjang
Jaket atau jas kulit
Pelindung dari kulit, berlapis logam dan tahan api
Debu
Mata

Muka
Alat pernafasan
Googles, kacamata sisi kanan kiri tertutup
Penutup muka dari plastik
Respirator / masker khusus

Percikan api atau logam
Kepala
Mata
Muka
Jari, tangan, lengan

Betis, tungkai
Matakaki, kaki
Tubuh
Topi plastik berlapis asbes
Googles, kacamata
Penutup muka dari plastik
Sarung tangan asbes berlengan panjang
Pelindung dari asbes
Sepatu kulit
Jaket asbes / kulit
Gas, asap, fumes
Mata
Muka
Alat pernafasan




Tubuh


Jari, lengan, tangan



Betis, tungkai
Matakaki, kaki
Googles
Penutup muka khusus
Gas masker khusus dengan filter apabila membahayakan jiwa langsung, apabila tidak gas masker bermacam-macam.
Pakaian karet, plastik atau bahan lain yang tahan kimiawi
Sarung plastik, karet berlengan panjang dan anggota-anggota badan diolesi barrier cream.
Pelindung dari plastik/karet
Sepatu yang konduktif (yang mengalirkan listrik) karena mungkin gas itu mudah meledak
Cairan dan bahan-bahan kimiawi
Kepala
Mata
Muka
Alat pernafasan

Jari, tangan, lengan
Tubuh
Betis, tungkai

Matakaki, kaki
Topi plastik / karet
Googles
Penutup dari plastik
Respirator khusus tahan kimiawi
Sarung plastik / karet
Pakaian plastik  / karet
Pelindung khusus dari plastik  karet
Sepatu karet, plastik atau kayu
Panas
Kepala
Lain-lain bagian


Kaki

Mata
Topi asbes
Sarung, pakaian, pelindung dari asbes atau bahan lain yang tahan panas / api
Sepatu dengan sol kayu atau bahan lain tahan panas
Googles dengan lensa tahan sinar infra red
Basah dan air
Kepala

Tubuh
Kaki, tungkai
Sarung tangan plastik, karet berlengan panjang
Pakaian khusus
Sepatu bot karet
Terpeleset, jatuh
Kaki
Sepatu anti slip, kayu (gabus)
Terpotong, tergosok
Kepala
Jari, tangan, lengan

Tubuh
Betis, tungkai
Matakaki, kaki
Topi plastik, logam
Sarung tangan kulit, dilapisi logam, berlengan panjang
Jaket kulit
Celana kulit
Sepatu dilapisi baja, sol kayu
Dermatitis atau radang kulit
Kepala

Muka

Jari, tangan, lengan

Tubuh
Betis, tungkai, matakaki, kaki
Topi plastik, karet, pici (kap) kapas atau wol
Barrier cream, pelindung plastik
Barrier cream, sarung tangan karet, plastik
Penutup karet, plastik
Sepatu karet, sol kayu, sandal kayu (bakiak)
Listrik
Kepala
Jari, tangan, lengan


Tubuh, betis, matakaki, kaki
Topi plastik, karet
Sarung tangan karet tahan sampai 10.000 volt selama 3 menit
Pelindung bahaya dari karet
Bahan peedak
Kaki
Sepatu kayu
Mesin-mesin
Kepala

Jari, tangan, lengan
Tubuh
Betis, matakaki
Pici, terutama wanita yang berambut panjang
Sarung tangan tahan api
Jaket dari karet, plastik
Celana tahan api atau dekker
Sinar silau
Mata
Googles, kacamata dengan filter khusus atau lensa polaroid
Percikan dan sinar silau pada pengelasan
Mata


Muka

Tubuh

Kaki
Googles, penutup muka, kacamata dengan filter khusus
Penutup muka dengan kacamata filter khusus
Jaket tahan api (asbes) atau kulit
Sepatu dilapisi baja


Penyinaran sedang
Kepala
Mata

Muka
Topi khusus
Googles, kacamata dengan filter lensa
Pelindung muka khusus
Penyinaran kuat
Kepala
Mata, muka
Topi khusus
Googles dengan filter khusus, dari logam atau plastik
Penyinaran radioaktif
Jari, tangan, lengan
Sarung tangan karet, dilapisi timah hitam
Jaket karet atau kulit, dilapisi timah hitam
Gas atau aerosol redioaktif
Alat pernafasan
Seluruh badan
Respirator khusus
Pakaian khusus
Gaduh suara
Telinga
Pelindung khusus: dimasukkan ke lubang telinga (ear plug) atau penutup lubang telinga (ear mug)

Rabu, 29 Februari 2012

Perencanaan dan Respon Emergensi di Tempat Kerja (Workplace Emergency Response)

Tidak seorangpun yang mengharapkan keadaan darurat atau bencana terjadi. Sayangnya bencana dan keadaan darurat dapat terjadi kapanpun, dimanapun, dan pada siapa saja. Pemilik perusahaan harus membangun satu sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan mempersiapkan para pekerjanya sebelum hal itu terjadi.

1. Perencanaan
Bilamana standar OSHA menetapkan perusahaan dengan karyawan lebih dari 10 orang wajib mempunyai kebijakan tanggap darurat yang tertulis (written emergency action plan), perusahaan dengan jumlah pekerja lebih sedikit dapat mengomunikasikan kebijakannya secara lisan. Pemilik perusahaan sebaiknya mereview kebijakan ini bersama dengan pekerjanya pada awalnya dan bersama-sama mengevaluasi setiap periode tertentu atau adanya perubahan posisi dan tanggungjawab para pekerja.
Prosedur Emergensi, termasuk di dalamnya penanganan bahan berbahaya, sebaiknya mencakup:
- Prosedur pelarian dan penunjukkan rute pelarian (escape procedure and escape route assignment)
- Prosedur khusus bagi pekerja ang bertanggung jawab atau memadamkan operasi yang genting pada saat kondisi darurat terjadi
- Sistem penghitungan pegawai setelah evakuasi dan penginformasian tentang rencana tersebut
- Tugas medis dan penyelamatan bagi mereka yang diberi tanggung jawab.
- Sarana pelaporan adanya kebakaran dan hal-hal darurat lainnya.

2. Rantai Komando (Chain of Command)
Pemilik perusahaan sebaiknya menunjuk seorang koordinator keadaan darurat dan koordinator cadangan. Koordinator akan bertanggung jawab pada keseluruhan operasi dalam keadaan darurat, informasi publik, dan memastikan menghubungi bantuan yang diperlukan ketika terjadi keadaan darurat. Adanya koordinator cadangan untuk memastikan bahwa ada seseorang yang terlatih telah tersedia. Seluruh pekerja harus mengetahui siap yang menjadi koordinator.
Tugas koordinator meliputi:
- Menentukan kejadian darurat apa yang mungkin timbul dan memastikan penyusunan prosedur emergensi pada masing-masing situasi darurat.
- Memimpin jalannya operasi emergensi termasuk evakuasi pegawai di dalamnya.
- Memastikan layanan emergensi dari luar yang diperlukan tersedia.
- Memimpin operasi penonaktifan (shut down) apabila diperlukan.

3. Tim Tanggap Darurat (Emergency Response Team)
Anggota tim tanggap darurat sebaiknya sudah mendapat pelatihan menyeluruh tentang situasi krisis yang mungkin terjadi serta mampu secara fisik dalam mengemban tanggung jawabnya. Mereka harus mengerti bahaya racun di lingkungan kerjanya serta mampu mengambil keputusan kapan harus melakukan evakuasi dan kapan harus menunggu bantuan dari luar (misalkan dalam kondisi kebakaran ketika api terlalu besar untuk dipadamkan). Salah satu atau keseluruhan anggota tim harus mendapat pelatihan:
- Penggunaan berbagai macam pemadam api (fire extinguisher)
- Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (First Aid), mencakup prosedur CPR (Cardiopulmonary Resuscitation) dan penggunaan SCBA (Self -Contained Breathing Apparatus)
- Standarisasi OSHA terkait penyakit-penyakit menular melalui darah (blood borne pathogens)
- Prosedur penonaktifan (shut down procedure)
- Prosedur penanganan tumpahan bahan kimia (chemical spill procedure)
- Prosedur SAR (Search and Rescue)
- Tanggap darurat bahan berbahaya

4. Aktivitas Tanggap Darurat
Komunikasi yang efektif dalam keadaan tanggap darurat adalah vital keberadaannya. Perlu dibentuk satu pusat komunikasi yang terpisah dari kantor manajemen, disanalah koordinator tanggap darurat akan menjalankan operasinya. Pihak manajemen harus menyediakan alarm tanda bahaya dan memastikan semua pekerja mengerti cara melaporkan keadaan darurat. Daftar nomor telepon para personil kunci dan mereka yang sedang bebas tugas penting untuk terus diperbarui.
Perhitungan jumlah orang setelah evakuasi perlu dilakukan. Salah seorang di pusat kontrol wajib memberitahukan pihak yang berwajib atau kepada tim tanggap darurat apabila ada seseorang yang dicurigai hilang.
Prosedur pengamanan yang baik dapat mencegah orang luar yang tidak diijinkan masuk dan mengakses catatan-catatan dan peralatan penting. Penggandaan dokumen-dokumen penting perlu dilakukan dan disimpan di luar lokasi kerja.

5. Pelatihan
Setiap pekerja wajib mengetahui rencana tanggap darurat yang ada meliputi rencana evakuasi, sistem peringatan, pelaporan, penonaktifan, dan tipe-tipe situasi darurat yang mungkin muncul. Bahaya-bahaya khusus tertentu seperti bahan mudah terbakar, bahan beracun, radioaktif atau air aktif wajib didiskusikan dengan para pekerja. Pelatihan simulasi tanggap darurat sebaiknya dilakukan pada interval acak, setidaknya setahun sekali, dengan melibatkan pihak luar seperti polisi dan pemadam kebakaran.
Pelatihan wajib diadakan setahun sekali atau bagi pekerja baru dan ketika pekerjaan berganti. Pelatihan tambahan perlu diadakan ketika digunakan bahan baru, ketika layout atau desain berubah, dan ketika prosedur diperbarui atau dirubah, atau ketika latihan menunjukan bahwa pekerja kurang mampu menjalankannya.

6. Perlindungan Pribadi
Pekerja yang terpapar atau dekat dengan kemungkinan cipratan kimia, benda jatuh, partikel beterbangan, udara beracun atau kurang oksigen, api, kelistrikan, dan sebagainya perlu menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD)

7. Pertolongan Medis
Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K- First Aid) harus tersedia 3-4 menit setelah situasi darurat. Lingkungan kerja yang berjarak lebih dari 3-4 menit dari klinik atau rumah sakit harus menyediakan tenaga yang terlatih melakukan pertolongan pertama (tersedia pada semua giliran kerja), punya tenaga medis untuk konsultasi dan nasihat medis, serta mempunyai prosedur tanggap darurat medis yang tertulis.
Perlu diperhatikan ketersediaan persediaan medis bagi tenaga pertolongan pertama, nomor telpon penting tersedia di tempat yang mudah dilihat, serta perjanjian dengan jasa ambulans terdekat bila situasi darurat terjadi. Akan membantu bila prosedur emergensi ini dikoordinasikan dengan pihak luar yang terkait seperti kepolisian atau pemadam kebakaran.


diterjemahkan secara agak bebas dari:
OSHA Fact Sheet: Planning and Responding to Workplace Emergencies
http://www.osha.gov/OshDoc/data_General_Facts/factsheet-workplaceevergencies.pdf