Rabu, 29 Februari 2012

Perencanaan dan Respon Emergensi di Tempat Kerja (Workplace Emergency Response)

Tidak seorangpun yang mengharapkan keadaan darurat atau bencana terjadi. Sayangnya bencana dan keadaan darurat dapat terjadi kapanpun, dimanapun, dan pada siapa saja. Pemilik perusahaan harus membangun satu sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan mempersiapkan para pekerjanya sebelum hal itu terjadi.

1. Perencanaan
Bilamana standar OSHA menetapkan perusahaan dengan karyawan lebih dari 10 orang wajib mempunyai kebijakan tanggap darurat yang tertulis (written emergency action plan), perusahaan dengan jumlah pekerja lebih sedikit dapat mengomunikasikan kebijakannya secara lisan. Pemilik perusahaan sebaiknya mereview kebijakan ini bersama dengan pekerjanya pada awalnya dan bersama-sama mengevaluasi setiap periode tertentu atau adanya perubahan posisi dan tanggungjawab para pekerja.
Prosedur Emergensi, termasuk di dalamnya penanganan bahan berbahaya, sebaiknya mencakup:
- Prosedur pelarian dan penunjukkan rute pelarian (escape procedure and escape route assignment)
- Prosedur khusus bagi pekerja ang bertanggung jawab atau memadamkan operasi yang genting pada saat kondisi darurat terjadi
- Sistem penghitungan pegawai setelah evakuasi dan penginformasian tentang rencana tersebut
- Tugas medis dan penyelamatan bagi mereka yang diberi tanggung jawab.
- Sarana pelaporan adanya kebakaran dan hal-hal darurat lainnya.

2. Rantai Komando (Chain of Command)
Pemilik perusahaan sebaiknya menunjuk seorang koordinator keadaan darurat dan koordinator cadangan. Koordinator akan bertanggung jawab pada keseluruhan operasi dalam keadaan darurat, informasi publik, dan memastikan menghubungi bantuan yang diperlukan ketika terjadi keadaan darurat. Adanya koordinator cadangan untuk memastikan bahwa ada seseorang yang terlatih telah tersedia. Seluruh pekerja harus mengetahui siap yang menjadi koordinator.
Tugas koordinator meliputi:
- Menentukan kejadian darurat apa yang mungkin timbul dan memastikan penyusunan prosedur emergensi pada masing-masing situasi darurat.
- Memimpin jalannya operasi emergensi termasuk evakuasi pegawai di dalamnya.
- Memastikan layanan emergensi dari luar yang diperlukan tersedia.
- Memimpin operasi penonaktifan (shut down) apabila diperlukan.

3. Tim Tanggap Darurat (Emergency Response Team)
Anggota tim tanggap darurat sebaiknya sudah mendapat pelatihan menyeluruh tentang situasi krisis yang mungkin terjadi serta mampu secara fisik dalam mengemban tanggung jawabnya. Mereka harus mengerti bahaya racun di lingkungan kerjanya serta mampu mengambil keputusan kapan harus melakukan evakuasi dan kapan harus menunggu bantuan dari luar (misalkan dalam kondisi kebakaran ketika api terlalu besar untuk dipadamkan). Salah satu atau keseluruhan anggota tim harus mendapat pelatihan:
- Penggunaan berbagai macam pemadam api (fire extinguisher)
- Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (First Aid), mencakup prosedur CPR (Cardiopulmonary Resuscitation) dan penggunaan SCBA (Self -Contained Breathing Apparatus)
- Standarisasi OSHA terkait penyakit-penyakit menular melalui darah (blood borne pathogens)
- Prosedur penonaktifan (shut down procedure)
- Prosedur penanganan tumpahan bahan kimia (chemical spill procedure)
- Prosedur SAR (Search and Rescue)
- Tanggap darurat bahan berbahaya

4. Aktivitas Tanggap Darurat
Komunikasi yang efektif dalam keadaan tanggap darurat adalah vital keberadaannya. Perlu dibentuk satu pusat komunikasi yang terpisah dari kantor manajemen, disanalah koordinator tanggap darurat akan menjalankan operasinya. Pihak manajemen harus menyediakan alarm tanda bahaya dan memastikan semua pekerja mengerti cara melaporkan keadaan darurat. Daftar nomor telepon para personil kunci dan mereka yang sedang bebas tugas penting untuk terus diperbarui.
Perhitungan jumlah orang setelah evakuasi perlu dilakukan. Salah seorang di pusat kontrol wajib memberitahukan pihak yang berwajib atau kepada tim tanggap darurat apabila ada seseorang yang dicurigai hilang.
Prosedur pengamanan yang baik dapat mencegah orang luar yang tidak diijinkan masuk dan mengakses catatan-catatan dan peralatan penting. Penggandaan dokumen-dokumen penting perlu dilakukan dan disimpan di luar lokasi kerja.

5. Pelatihan
Setiap pekerja wajib mengetahui rencana tanggap darurat yang ada meliputi rencana evakuasi, sistem peringatan, pelaporan, penonaktifan, dan tipe-tipe situasi darurat yang mungkin muncul. Bahaya-bahaya khusus tertentu seperti bahan mudah terbakar, bahan beracun, radioaktif atau air aktif wajib didiskusikan dengan para pekerja. Pelatihan simulasi tanggap darurat sebaiknya dilakukan pada interval acak, setidaknya setahun sekali, dengan melibatkan pihak luar seperti polisi dan pemadam kebakaran.
Pelatihan wajib diadakan setahun sekali atau bagi pekerja baru dan ketika pekerjaan berganti. Pelatihan tambahan perlu diadakan ketika digunakan bahan baru, ketika layout atau desain berubah, dan ketika prosedur diperbarui atau dirubah, atau ketika latihan menunjukan bahwa pekerja kurang mampu menjalankannya.

6. Perlindungan Pribadi
Pekerja yang terpapar atau dekat dengan kemungkinan cipratan kimia, benda jatuh, partikel beterbangan, udara beracun atau kurang oksigen, api, kelistrikan, dan sebagainya perlu menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD)

7. Pertolongan Medis
Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K- First Aid) harus tersedia 3-4 menit setelah situasi darurat. Lingkungan kerja yang berjarak lebih dari 3-4 menit dari klinik atau rumah sakit harus menyediakan tenaga yang terlatih melakukan pertolongan pertama (tersedia pada semua giliran kerja), punya tenaga medis untuk konsultasi dan nasihat medis, serta mempunyai prosedur tanggap darurat medis yang tertulis.
Perlu diperhatikan ketersediaan persediaan medis bagi tenaga pertolongan pertama, nomor telpon penting tersedia di tempat yang mudah dilihat, serta perjanjian dengan jasa ambulans terdekat bila situasi darurat terjadi. Akan membantu bila prosedur emergensi ini dikoordinasikan dengan pihak luar yang terkait seperti kepolisian atau pemadam kebakaran.


diterjemahkan secara agak bebas dari:
OSHA Fact Sheet: Planning and Responding to Workplace Emergencies
http://www.osha.gov/OshDoc/data_General_Facts/factsheet-workplaceevergencies.pdf


Senin, 27 Februari 2012

JOB SAFETY ANALYSIS (JSA) DAN TASK RISK ASSESSMENT (TRA)


JSA dan TRA adalah alat bantu yang terutama dapat digunakan untuk pekerjaan yang mengandung potensi bahaya tinggi, pekerjaan yang belum pernah dilakukan sebelumnya, atau pekerjaan yang sebelumnya pernah mengalami kecelakaan. Keduanya banyak digunakan dalam berbagai perusahaan karena kemudahan penggunaannya dan kemampuannya yang baik dalam membantu mengenali bahaya dan analisis resiko di tempat kerja.
Langkah-langkah melakukan TRA:
1.      pilih pekerjaan
2.      identifikasi aktivitas, material, peralatan, atau prosedur kerja yang ada
3.      analisis potensi bahaya dari masing-masing aktivitas
4.      tentukan tingkat resikonya
5.      tentukan langkah pengendalian resiko
6.      tentukan sisa resiko setelah dilakukan pengendalian
7.      apabila resiko dapat diterima maka pekerjaan dapat dijalankan, apabila tidak maka perlu langkah pengendalian lain atau bahkan bias dibatalkan bila tidak memungkinkan.
Langkah-langkah melakukan JSA:
1.      pilih pekerjaan
2.      pekerjaan tersebut lalu dipecah menjadi langkah-langkah aktivitas
3.      identifikasi potensi bahaya pada setiap langkah pekerjaan
4.      tentukan langkah pengamanan yang diperlukan guna pengendalian resiko
5.      komunikasi dengan semua pihak terkait

NO
TASK RISK ASSESSMENT
Hal..
PEKERJAAN

ASSESSED BY
NO
AKTIVITAS
FASILITAS
ALAT
POTENSI
BAHAYA
KONSEKUENSI
BAHAYA
PENGAMANAN YANG ADA
PERINGKAT RESIKO
SARAN
SISA RESIKO
LL
S
RR
RESIKO
LL
S
R
RESIKO





















JOB SAFETY ANALYSIS
PEKERJAAN :
LANGKAH :
POTENSI
CIDERA
KONSEKUENSI
RISK MATRIX
PENGENDALIAN
YANG ADA
SARAN
TANGGUNG
JAWAB
S
L
RR